Scroll untuk baca artikel
LIPSUS

Pembangunan Tanggul Rp82,4 Miliar Dimulai, Warga Diimbau Aktif Kawal Proyek SDA Kepulauan Seribu

×

Pembangunan Tanggul Rp82,4 Miliar Dimulai, Warga Diimbau Aktif Kawal Proyek SDA Kepulauan Seribu

Sebarkan artikel ini
dok. Istimewa
dok. Istimewa

KSNews — Suku Dinas Sumber Daya Air (SDA) Kepulauan Seribu resmi memulai pembangunan tanggul dan pemecah ombak senilai Rp82,4 miliar di tiga kelurahan: Pulau Kelapa, Pulau Tidung, dan Pulau Lancang. Proyek ini diklaim sebagai langkah strategis menghadapi abrasi dan gelombang tinggi yang mengancam garis pantai wilayah kepulauan.

Di Pulau Kelapa, tanggul akan dibangun sepanjang 888 meter, sementara di Pulau Tidung mencapai 597 meter di sisi barat dan utara. Untuk Pulau Lancang, SDA akan membangun pemecah ombak sepanjang 278 meter dengan struktur material kubus berongga dan tetrapod. Proyek ini bersumber dari anggaran Dinas SDA Provinsi DKI Jakarta, dengan pelaksana teknis berada langsung di bawah kendali Sudin SDA Kepulauan Seribu.

Kepala Seksi Pantai Sudin SDA Kepulauan Seribu, Wahyu Maulana, menyatakan proyek ini ditargetkan mengurangi dampak abrasi serta mendukung ketahanan infrastruktur di wilayah pesisir. Material yang digunakan antara lain besi beton segi delapan berdiameter 0,6 meter dan tinggi 0,5 meter.

Meski sosialisasi telah dilakukan, muncul pertanyaan dari warga soal pengawasan publik terhadap proyek sebesar itu. Menanggapi hal tersebut, KSNews mengonfirmasi kepada Kepala Bagian Hukum, Ketatalaksanaan, dan Kepegawaian Kabupaten Kepulauan Seribu, Denny Harnoko. Ia menegaskan bahwa masyarakat memiliki hak dan saluran resmi untuk melaporkan potensi pelanggaran lingkungan atau penyimpangan prosedur teknis proyek.

Menurut Denny, pelaporan bisa dilakukan ke Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) dari instansi terkait, atau ke aparat penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan. Selain itu, warga juga dapat menggunakan aplikasi Jakarta Kini (JAKI) yang menyediakan 13 kanal pengaduan terintegrasi.

Perlindungan bagi pelapor juga dijamin. Denny menyebut Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta kepolisian memiliki kewenangan hukum untuk melindungi masyarakat yang melaporkan pelanggaran, sebagaimana diatur dalam UU No. 31 Tahun 2014.

Denny juga menjelaskan, penindakan atas kerusakan lingkungan akibat proyek berada di bawah kewenangan lembaga teknis terkait sesuai undang-undang, serta dapat dilakukan oleh penegak hukum jika terdapat unsur pidana.

Terkait kemungkinan masyarakat menggugat lembaga pelaksana proyek, Denny menegaskan bahwa prinsip negara hukum menjamin kesetaraan warga di depan hukum. “Masyarakat memiliki hak untuk mengajukan gugatan jika mampu membuktikan kerugian secara sah,” ujarnya kepada KSNews.

Yang krusial, kata Denny, adalah partisipasi publik yang aktif. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH dan PP 22 Tahun 2021 menjamin hak masyarakat untuk terlibat dalam pemantauan, evaluasi, dan pelaporan kegiatan yang berdampak pada lingkungan.

Proyek tanggul ini bukan hanya tentang konstruksi beton dan data teknis—ia akan tercatat dalam ingatan warga sebagai catatan perlawanan terhadap abrasi, atau bisa juga jadi jejak baru dari abrasi transparansi. Karena sebagaimana laut yang tak pernah berhenti bergerak, pengawasan publik tak boleh berhenti mengawal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *