Ancaman hilangnya pulau-pulau kecil di Kepulauan Seribu akibat perubahan iklim memicu kekhawatiran warga. Aktivis lokal menyoroti minimnya solusi konkret, termasuk terhadap pencemaran minyak mentah yang kerap terjadi.
Adam Ardiansyah, seorang aktivis lingkungan dan warga Pulau Kelapa, menyampaikan keprihatinan mendalam atas potensi tenggelamnya pulau-pulau kecil di Kepulauan Seribu. Menurutnya, ancaman tersebut bukan sekadar prediksi ilmiah, melainkan kenyataan yang sudah mulai dirasakan masyarakat pesisir.
“Pulau kami makin sempit, air pasang makin tinggi, dan ekosistem pesisir rusak. Tapi yang lebih menyakitkan, pencemaran minyak mentah terus terjadi dan tidak pernah ada penanggulangan yang jelas,” ujar Adam, Sabtu (27/9/2025).
Ia menilai bahwa selain perubahan iklim, pencemaran laut akibat tumpahan minyak dari aktivitas industri dan transportasi laut turut mempercepat kerusakan lingkungan. Warga sering menemukan lapisan minyak di pesisir, namun tidak ada mekanisme tanggap darurat atau pemulihan yang dijalankan secara konsisten.
Pernyataan Adam merespons hasil penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang menyebutkan bahwa dalam skenario terburuk, sebanyak 29 pulau di Kepulauan Seribu bisa hilang akibat kenaikan muka air laut. Peneliti BRIN, Martiwi Diah Setiawati, menjelaskan bahwa suhu yang terus meningkat dan tinggi rata-rata pulau yang hanya 2,4 meter dari permukaan laut membuat wilayah ini sangat rentan.
Martiwi menyebut bahwa penanaman mangrove dan penguatan mitigasi iklim dapat menjadi solusi jangka panjang. Ia mendorong kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat untuk memperkuat sistem peringatan dini dan adaptasi berbasis komunitas.
Namun, menurut Adam, solusi seperti penanaman mangrove tidak cukup jika pencemaran laut terus dibiarkan. Ia mendesak agar pemerintah daerah dan pusat segera menetapkan protokol penanggulangan pencemaran minyak dan memperketat pengawasan terhadap aktivitas industri laut.
“Kalau bicara adaptasi iklim, kita harus bicara juga soal keadilan ekologis. Jangan sampai masyarakat pulau yang paling terdampak justru paling sedikit dilibatkan,” tegasnya.
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu menyatakan akan menindaklanjuti hasil riset BRIN dengan memperkuat program mitigasi berbasis komunitas dan memperluas edukasi lingkungan. Langkah ini diharapkan dapat membangun kesadaran kolektif dan memperkuat ketahanan wilayah pesisir.
Kegiatan sosialisasi dan penanaman mangrove akan terus digalakkan, namun pemerintah juga membuka ruang dialog dengan warga dan aktivis untuk merumuskan kebijakan yang lebih responsif terhadap kondisi lapangan.











