KSNews — Ajang Abang None Kepulauan Seribu kembali digelar sebagai bagian dari promosi pariwisata dan budaya Betawi. Namun, di balik penyelenggaraan kompetisi ini, muncul pertanyaan besar tentang minimnya keterlibatan warga asli pulau dalam seleksi tahun ini.
Menurut Cecilia Aulia Rahma, seorang influencer yang aktif dalam promosi Kepulauan Seribu, rendahnya partisipasi warga pulau bukan karena kurangnya minat, tetapi lebih kepada minimnya sosialisasi langsung, citra Abang None yang masih dianggap sebagai ajang untuk ‘anak kota,’ serta hambatan akses dan biaya bagi peserta dari kepulauan.
“Informasi sering tidak sampai ke masyarakat pulau. Sosialisasi lebih banyak dilakukan di Jakarta, bukan di sekolah-sekolah di Kepulauan Seribu. Akibatnya, warga merasa tidak cocok, tidak punya kesempatan, dan akhirnya memilih tidak ikut,” ujar Cecilia.
Data menunjukkan bahwa dari 138 peserta seleksi, hanya 10 orang berasal dari Kepulauan Seribu, terdiri dari 3 abang dan 7 none, atau hanya 6 persen dari total peserta. Cecilia menyayangkan angka partisipasi yang masih sangat rendah ini, mengingat ajang Abang None seharusnya menjadi ruang bagi generasi muda Kepulauan Seribu untuk mempromosikan daerah mereka sendiri.
Saat KSNews meminta tanggapan terkait dengan anggapan bahwa Abang None Kepulauan Seribu sering dijadikan ajang titipan anak pejabat, sementara peserta dari kepulauan hanya mendapatkan posisi sebagai juara favorit atau penghargaan khusus tanpa peran signifikan dalam kompetisi utama.
Cecilia menjawab bahwa ia sendiri belum pernah mengikuti Abnon atau mengetahui secara langsung sistem yang berlaku di dalamnya. Namun menurutnya, siapa pun pesertanya—terlepas dari latar belakang atau dugaan titipan—tidak akan bisa menutupi kualitas peserta lain yang benar-benar memiliki bakat.
“Pada akhirnya, kompetisi akan menunjukkan siapa yang layak. Kalau memang seseorang punya kemampuan yang menonjol dan sesuai di dunia publik, mereka pasti akan terlihat dan mendapat tempatnya sendiri,” ujarnya.
Sebagai solusi, Cecilia menyarankan beberapa langkah konkret, seperti sosialisasi langsung ke komunitas pulau, rebranding agar lebih mencerminkan karakter anak pulau, subsidi transportasi dan penginapan bagi peserta dari kepulauan, serta pelatihan awal untuk membentuk mental kompetitif warga pulau.
“Kebanyakan anak pulau sebenarnya punya bakat, tapi mereka minder duluan. Mereka takut kalah, karena tidak terbiasa berbicara di depan umum. Abang None butuh sistem yang mendukung mereka sejak awal, bukan hanya seleksi di tahap akhir,” tambahnya.
Menanggapi hal ini, Kepala Suku Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) Kepulauan Seribu, Sonti Pangaribuan, menyatakan bahwa pihaknya sudah melakukan sosialisasi aktif agar anak-anak muda pulau ikut berpartisipasi.
“Kami dari Sudin Parekraf sudah menyosialisasikan agenda ini, bahkan Dinas Pariwisata Provinsi DKI Jakarta juga turut serta. Artinya, kami sangat serius mendorong keterlibatan anak-anak pulau,” ujar Sonti saat dikonfirmasi KSNews.
Ia mengklaim bahwa jumlah peserta dari kepulauan mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. “Tahun lalu hanya ada enam peserta dari Kepulauan Seribu. Tahun ini meningkat menjadi sepuluh. Ini harus kita apresiasi dan terus dorong,” jelasnya.
Sonti juga mengajak pemuda-pemudi pulau agar tidak takut bersaing dan melihat ajang ini sebagai kesempatan untuk membawa identitas daerah mereka ke panggung nasional.
KSNews akan terus menelusuri lebih dalam bagaimana pola seleksi Abang None Kepulauan Seribu berlangsung, serta apakah ada kebijakan baru yang lebih inklusif bagi warga pulau dalam kompetisi ini.
Catatan Redaksi: Klarifikasi atas Narasi Awal
Redaksi KSNews menyampaikan klarifikasi terkait narasi pada paragraf awal artikel yang sebelumnya berbunyi:
Kritik juga muncul terkait anggapan bahwa Abang None Kepulauan Seribu sering dijadikan ajang titipan anak pejabat, sementara peserta dari kepulauan hanya mendapatkan posisi sebagai juara favorit atau penghargaan khusus tanpa peran signifikan dalam kompetisi utama.”
Pernyataan tersebut disusun sebagai bagian dari konteks editorial atas kritik publik yang beredar, bukan merupakan pandangan atau kutipan langsung dari narasumber dalam artikel.
Atas permintaan narasumber, bagian tersebut telah disunting untuk menghindari kesan bahwa kalimat itu adalah bagian dari pernyataannya. Adapun versi koreksi yang digunakan adalah sebagai berikut:
Saat KSNews meminta tanggapan terkait dengan anggapan bahwa Abang None Kepulauan Seribu sering dijadikan ajang titipan anak pejabat, sementara peserta dari kepulauan hanya mendapatkan posisi sebagai juara favorit atau penghargaan khusus tanpa peran signifikan dalam kompetisi utama, Cecilia menjawab…”
Koreksi ini dilakukan untuk menjaga akurasi, integritas narasi, dan hak narasumber sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 5 ayat (2) mengenai hak koreksi. Hak koreksi memungkinkan narasumber atau pihak yang dirugikan untuk meminta perbaikan terhadap bagian pemberitaan yang dianggap tidak akurat, menyesatkan, atau menimbulkan kesan keliru.
Semua tutup mata