KSNews— Di tengah sunyi malam dan riak gelombang yang tenang, sebuah suara mencuat di grup komunitas daring: seorang wali murid bertanya, “Ada yang bisa terima gadai KJP?” Bukan barang mewah, bukan surat tanah. Tapi Kartu Jakarta Pintar, program bantuan pendidikan dari Pemprov DKI. Duh! KJP juga bisa digadai?
Fenomena ini bukan sekadar bisik-bisik. Beberapa sumber KSNews menyebutkan praktik gadai KJP semakin lazim di wilayah Kepulauan Seribu. Modusnya sederhana: kartu ditahan, pencairan dibantu, dana dipotong. Bunga? Bisa mencapai 50 persen, ujar seorang pendidik yang meminta agar namanya disamarkan.
Menurut sumber tersebut, wali murid yang kepepet kebutuhan sehari-hari seperti beli obat, bayar kontrakan, atau bahkan sekadar bertahan hidup, nekat mencari celah di luar mekanisme resmi. “Saya melihat sendiri, ada murid yang nggak bisa beli buku karena KJP-nya sudah digadai. Itu bukan pelanggaran kecil, tapi krisis di ujung dermaga,” ungkapnya.
Grup jual beli daring pun berubah fungsi menjadi pasar bantuan informal. Di sana, permintaan gadai KJP tak lagi ditutup-tutupi. Beberapa pelaku bahkan terang-terangan menawarkan jasa “penarikan dana KJP cepat” dengan imbalan tertentu. Apakah semua pihak tutup mata?
Padahal, menurut Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 4 Tahun 2019, dana KJP tidak boleh disalahgunakan, apalagi dipindahtangankan. Tapi siapa yang bisa mencegah praktik ini jika ruang darurat warga tidak pernah diisi oleh kebijakan yang tanggap dan nyata?
Di sisi lain, beberapa wali murid mengaku tak punya pilihan. “Kami nggak tahu harus minta ke mana. KJP satu-satunya akses duit yang kami punya. Mau tunggu bantuan lain? Nggak pernah sampai,” tutur seorang ibu dari Pulau Kelapa kepada KSNews secara anonim.
Tak sedikit pihak menilai praktik gadai ini sebagai bentuk pemerasan terselubung. Warga miskin terjebak sistem informal yang eksploitatif, sementara anak-anak mereka kehilangan akses pendidikan karena dana sudah dipotong sebelum digunakan. Satu pelanggaran, banyak kerugian.
Pemkab Kepulauan Seribu pun seharusnya sudah mencium aroma kegawatannya. Jika praktik ini benar berlangsung secara terang-terangan, maka perlu ada tindakan tegas—bukan hanya imbauan. KSNews akan menyampaikan temuan ini kepada pejabat terkait, termasuk Dinas Pendidikan DKI Jakarta dan Bupati Kepulauan Seribu.
Sisi gelap dari cerita ini adalah: saat bantuan sosial berubah fungsi jadi alat bertahan hidup, pendidikan bukan lagi hak, melainkan utang yang harus dibayar. Jika KJP bisa digadai, lalu di mana sakralitas janji pemerintah untuk membebaskan biaya sekolah?
Di ujung pelabuhan, seorang guru berkata lirih, “Kami sudah tidak kaget. Tapi belum tentu kami rela.” Di tengah debat kebijakan dan data anggaran, suara arus bawah itu tetap mengalir, mencari ruang untuk didengar.
KSNews akan terus mengawal isu ini—karena kami percaya, bantuan pendidikan bukan untuk diperjualbelikan. Dan masa depan anak Kepulauan Seribu, tidak seharusnya dibayar dengan bunga utang.
Tanggapanmu sangat berarti buat kami. Silakan tuangkan pendapat, pengalaman, atau saran di kolom komentar—agar suara warga tak berhenti di satu artikel saja. Mari berdiskusi dengan santun demi perubahan yang nyata #SuaraArusBawah #KSNews