Scroll untuk baca artikel
EDITORIAL

Bau Amis Transplantasi Karang: Konservasi, Komersialisasi, atau Kejar Cuan Rehabilitasi?

Avatar photo
×

Bau Amis Transplantasi Karang: Konservasi, Komersialisasi, atau Kejar Cuan Rehabilitasi?

Sebarkan artikel ini
dok. Istimewa
dok. Istimewa

KSNews — Transplantasi karang selama ini diklaim sebagai solusi pemulihan ekosistem laut, tetapi di balik proyek-proyek rehabilitasi, muncul pertanyaan besar: Apakah ini benar-benar upaya konservasi, atau justru ladang bisnis terselubung?

Di berbagai wilayah pesisir Indonesia, transplantasi karang menjadi program rutin, didanai oleh pemerintah maupun korporasi. Namun, efektivitasnya masih diperdebatkan. Apakah karang yang ditransplantasi benar-benar bertahan, atau hanya sekadar proyek seremonial yang berakhir tanpa hasil?

Di Kepulauan Seribu, praktik transplantasi karang semakin dipertanyakan setelah muncul dugaan bahwa sejumlah oknum memanfaatkan kelalaian pelaksana proyek tanggul pemecah gelombang yang merusak ekosistem karang.

“Kami melihat pola yang berulang. Karang rusak akibat proyek pembangunan, lalu tiba-tiba muncul kelompok yang mengaku sebagai pegiat konservasi, mendesak rehabilitasi, tetapi hasilnya hanya simbolik,” ujar seorang penyelam yang aktif dalam pemantauan ekosistem laut.

Menurut laporan Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan, banyak proyek transplantasi karang yang dilakukan tanpa pemantauan dan perawatan, sehingga tingkat keberhasilannya rendah.

“Karang yang ditransplantasi butuh perawatan. Jika dibiarkan begitu saja, tingkat keberhasilannya rendah,” ujar seorang instruktur konservasi dalam Bimbingan Teknis Transplantasi Karang.

Konservasi atau Komersialisasi?

Menurut penelitian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), transplantasi karang memang dapat membantu pemulihan ekosistem, tetapi metode yang digunakan sering kali lebih mengarah pada perdagangan karang hias daripada rehabilitasi ekosistem alami.

“Banyak proyek transplantasi yang mengadopsi metode untuk perdagangan, bukan untuk rehabilitasi. Ini yang harus dikritisi,” ujar Beginer Subhan, peneliti dari IPB.

Salah satu masalah utama adalah pemilihan lokasi dan metode transplantasi. Banyak proyek hanya mempertimbangkan kondisi fisik dan kimia perairan, tetapi mengabaikan faktor biologis seperti kompetitor, predator, dan penyakit karang.

“Transplantasi bukan sekadar menempelkan karang di substrat beton. Ada banyak faktor yang menentukan keberhasilannya, termasuk interaksi dengan ekosistem asli,” tambahnya.

Di lapangan, muncul fenomena penggiat konservasi abal-abal yang memanfaatkan proyek transplantasi karang untuk kepentingan pribadi. Mereka mengklaim sebagai pegiat lingkungan, tetapi lebih fokus pada keuntungan finansial daripada pemulihan ekosistem.

“Ada kelompok yang mengajukan dana rehabilitasi, tetapi setelah proyek selesai, mereka tidak melakukan pemantauan atau perawatan. Karang yang ditransplantasi akhirnya mati begitu saja,” ujar seorang nelayan di Kepulauan Seribu yang pernah terlibat dalam proyek transplantasi.

Beberapa oknum bahkan menjual karang hasil transplantasi kepada wisatawan atau kolektor, dengan dalih konservasi berbasis ekonomi.

“Kami pernah melihat karang yang ditransplantasi justru dijual kembali. Ini bukan konservasi, ini bisnis terselubung,” kata seorang penyelam yang aktif dalam pemantauan ekosistem laut.

Harapan ke Depan: Konservasi yang Berkelanjutan

Para ahli menekankan bahwa transplantasi karang harus berbasis program jangka panjang, bukan proyek sesaat.

“Jika ingin berhasil, transplantasi harus dilakukan dengan pendekatan ekologi yang benar, bukan sekadar menanam karang lalu ditinggalkan,” ujar Subhan.

Masyarakat pesisir juga mulai mempertanyakan ke mana sebenarnya dana rehabilitasi ekosistem laut mengalir. Mereka berharap agar proyek-proyek transplantasi benar-benar memberikan dampak nyata bagi ekosistem, bukan sekadar proyek kejar cuan.

Catatan: *Editorial ini merupakan pandangan tim redaksi berdasarkan data dan fakta yang tersedia. Kami berkomitmen pada prinsip jurnalisme independen dan berimbang. Segala opini yang termuat bertujuan untuk mengangkat isu publik, bukan bentuk serangan terhadap pihak tertentu. 

Respon (2)

  1. Waw…dmin tolong sampaikan ke BPK Subhan dan kasudin SDA kep.seribu datang ke p.lancang temui DPL -BM p.lancang kami tunggu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *