Scroll untuk baca artikel
EDITORIAL

Fenomena Pernikahan Dini di Kepulauan Seribu Masih Jadi Tantangan Sosial

Avatar photo
×

Fenomena Pernikahan Dini di Kepulauan Seribu Masih Jadi Tantangan Sosial

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi. Dok. Istimewa
Ilustrasi. Dok. Istimewa

Kepulauan Seribu (KSNews) – Pernikahan usia dini masih menjadi persoalan sosial yang cukup serius di Kepulauan Seribu. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia (FK UKI) pada Juni 2022, ditemukan bahwa 99 responden memiliki riwayat pernikahan dini, dengan usia termuda 10 tahun dan tertua 18 tahun.

Pulau Tidung mencatat angka tertinggi dengan 99 kasus pernikahan dini, sementara Pulau Kelapa juga menghadapi kasus serupa meskipun jumlahnya lebih sedikit. Data dari Kementerian Agama Kepulauan Seribu menunjukkan bahwa angka pernikahan di bawah umur masih menjadi perhatian dalam evaluasi Kota/Kabupaten Layak Anak (KLA) 2025.

Mayoritas responden memiliki pendidikan terakhir SD (69,7%), dengan sebagian besar bekerja sebagai ibu rumah tangga. Faktor utama yang mendorong pernikahan dini meliputi kondisi ekonomi, rendahnya akses pendidikan, tekanan sosial, serta perjodohan oleh keluarga.

Pernikahan dini membawa berbagai dampak negatif, terutama bagi perempuan. Tingkat perceraian yang tinggi menjadi salah satu konsekuensi utama, akibat kurangnya kesiapan emosional dan ekonomi. Risiko kesehatan ibu dan anak juga meningkat, termasuk komplikasi kehamilan di usia muda.

Selain itu, terputusnya akses pendidikan berdampak pada keterbatasan peluang kerja, yang berujung pada kesulitan ekonomi karena pasangan muda sering kali belum memiliki keterampilan atau pengalaman kerja yang cukup.

Pemerintah dan berbagai organisasi telah melakukan penyuluhan dan edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kematangan usia perkawinan. Tokoh agama dan masyarakat berperan dalam memberikan edukasi melalui khutbah Jumat dan ceramah, sementara pemerintah menerapkan kebijakan berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2019, yang menaikkan usia minimum untuk menikah.

Dengan adanya kolaborasi antara pemerintah, tokoh masyarakat, dan lembaga pendidikan, diharapkan kasus pernikahan dini di Kepulauan Seribu dapat terus berkurang, sehingga generasi muda memiliki kesempatan lebih besar untuk mendapatkan pendidikan dan kehidupan yang lebih baik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *