KSNews — Festival Jakarta Illumination Island yang berlangsung di Pulau Pramuka pada 2-8 Juni 2025 digadang-gadang sebagai perayaan besar dalam rangka HUT ke-498 Kota Jakarta. Dengan gemerlap lampu di pesisir dan berbagai kegiatan yang digelar, acara ini diklaim sukses besar dengan menghadirkan 11 ribu pengunjung.
Namun, angka fantastis ini justru menjadi bahan candaan bagi warga Kepulauan Seribu, yang mempertanyakan bagaimana perhitungan jumlah pengunjung tersebut.
“Dagelan saja, jumlah warga Pulau Panggang dan Pulau Pramuka saja tidak sampai 6 ribu jiwa, lalu dari mana sisanya?” ujar seorang warga saat berbincang di Dermaga Utama Pulau Pramuka, Senin (9/6/2025).
Sebagian warga bahkan berseloroh bahwa angka tersebut mungkin dihitung bersamaan dengan ikan di laut, karena lonjakan wisatawan dianggap mustahil terjadi hanya dalam kurun waktu sepekan.
Di sisi lain, ada pandangan yang mencoba mengambil sudut positif, menganggap bahwa minimal Pulau Pramuka menjadi lebih dikenal melalui pemberitaan media massa.
Namun, kritik tetap mengemuka—banyak yang beranggapan bahwa ada isu-isu mendasar yang lebih membutuhkan perhatian pemerintah, seperti pelayanan kesehatan, akses air bersih, dan transportasi laut yang masih jauh dari memadai.
“Yang penting lagi akses transportasi laut, kan itu janji Pramono-Rano saat kampanye,” ujar seorang warga yang mempertanyakan kebijakan yang seharusnya lebih berorientasi pada kebutuhan dasar masyarakat.
Warga lainnya mengamini pernyataan tersebut, mengingat sengkarut sistem transportasi laut masih menjadi pekerjaan rumah yang tak kunjung rampung. Mereka menyoroti bahwa hingga kini, kapal penumpang antar-pulau yang diharapkan dari Dishub belum juga tersedia.
Ketika KSNews mencoba mengonfirmasi langsung kepada Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta, pihak terkait menegaskan bahwa acara ini merupakan bagian dari strategi promosi wisata di Kepulauan Seribu.
“Festival Jakarta Illumination ini merupakan dukungan Pemprov DKI terhadap pariwisata Kepulauan Seribu, bang. Meningkatnya kunjungan wisatawan, baik wisman maupun wisnus, ke pulau selama sepekan ini juga berdampak ke pelaku usaha pariwisata—homestay, catering, penyewaan perahu untuk snorkeling dan diving.” ujar seorang pejabat di Disparekraf DKI Jakarta melalui pesan Whatsapp.
Meski ada klaim dari pemerintah soal dampak ekonomi, pelaku usaha lokal tetap mempertanyakan efektivitas acara ini. Beberapa pengusaha homestay dan penyewaan kapal mengaku bahwa tidak ada lonjakan wisatawan yang signifikan selama festival berlangsung, dan pola kunjungan wisata tetap seperti biasanya.
Dalam konteks ini, muncul pertanyaan besar: Apakah angka 11 ribu pengunjung benar-benar mencerminkan kehadiran wisatawan yang aktif, atau hanya sekadar klaim administratif untuk mendukung citra festival?
Di balik gemerlap acara, ada tuntutan yang lebih mendesak dari warga Kepulauan Seribu—bahwa tanpa kebijakan yang benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat, pembangunan pariwisata hanya akan menjadi seremonial tanpa dampak nyata bagi kesejahteraan warga lokal.