KSNews — Kepulauan Seribu terus dipromosikan sebagai destinasi wisata unggulan, namun laporan terbaru dari Jakarta Barrier Free Tourism (JBFT) mengungkap bahwa wilayah ini masih jauh dari inklusif bagi penyandang disabilitas.
Dalam uji coba aksesibilitas transportasi laut yang dilakukan pada 17 Mei 2025, berbagai hambatan ditemukan, terutama di Pulau Pramuka sebagai pusat administratif. Jika Pulau Pramuka saja masih bermasalah, kemungkinan besar pulau-pulau lain seperti Pulau Untung Jawa, Pulau Tidung, Pulau Kelapa, dan Pulau Harapan mengalami kendala serupa.
Uji coba ini diikuti oleh 35 peserta yang terdiri dari pengguna kursi roda, peserta tuli, juru bahasa isyarat, dan anak dengan cerebral palsy. Hasil evaluasi menemukan bahwa dermaga utama Pulau Pramuka masih memiliki tiga anak tangga tanpa bidang miring, membuat pengguna kursi roda harus diangkat secara manual. Masjid setempat juga tidak memiliki jalur akses yang memadai, sementara toilet dan tempat wudhu sulit dijangkau.
Pendopo dan Kantor Bupati Kepulauan Seribu juga mendapat sorotan karena tidak memiliki ramp dengan standar kemiringan yang aman, menyulitkan pengunjung yang membutuhkan jalur landai. Selain itu, minimnya guiding block bagi penyandang disabilitas netra semakin memperparah kondisi, dengan jalur pemandu visual hampir tidak tersedia di ruang publik. RSUD setempat pun memiliki toilet yang tidak memenuhi standar aksesibilitas, dengan pintu yang terlalu sempit dan tidak dilengkapi pegangan tambahan.
Koordinator JBFT, Rade Bunga, menyatakan bahwa aksesibilitas yang ideal harus memungkinkan semua orang bergerak dengan aman dan nyaman tanpa perlu bergantung pada bantuan orang lain. “Jika Pulau Pramuka sebagai pusat administratif saja belum memenuhi standar aksesibilitas, maka pulau-pulau lain di Kepulauan Seribu kemungkinan besar menghadapi kendala yang sama,” ujarnya.
Laporan JBFT juga mengungkapkan beberapa rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk segera mengambil tindakan konkret. “Perbaikan infrastruktur aksesibel harus menjadi prioritas, mulai dari ramp dengan kemiringan yang sesuai standar, toilet aksesibel, hingga pemasangan jalur guiding block bagi penyandang disabilitas netra,” jelas Rade Bunga. Ia juga menyoroti perlunya pelatihan petugas agar lebih inklusif dalam menangani wisatawan disabilitas.
Tanpa langkah nyata dari pemerintah, Kepulauan Seribu berisiko terus terjebak dalam wacana wisata tanpa dampak bagi kelompok disabilitas. “Jika ingin menjadikan wilayah ini sebagai destinasi inklusif, maka aksesibilitas yang layak harus dipastikan memenuhi standar,” pungkasnya.