KSNews – Di tengah kekayaan hayati dan strategisnya wilayah Kepulauan Seribu, satu kenyataan pahit terus membayangi: krisis air minum bersih yang membelenggu ribuan warga. Ironisnya, krisis ini terjadi justru ketika berbagai korporasi besar—dari sektor migas hingga pemilik resort eksklusif—terus mengekstraksi manfaat ekonomi dari wilayah yang sama.
Perusahaan-perusahaan seperti Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) dan PHE OSES telah puluhan tahun beroperasi di zona perairan Kepulauan Seribu. Mereka mengebor, mengangkut minyak, dan menggunakan berbagai sumber daya lingkungan untuk mendukung kegiatan industri energi nasional.
Sementara itu, di sisi darat, resort-resort mewah berdiri di pulau-pulau privat dengan sistem air mandiri—menyuling air laut, mengimpor air bersih dari daratan, dan menyediakannya untuk tamu-tamu premium.
Namun warga di pulau-pulau seperti Panggang, Harapan, dan Kelapa masih harus mengandalkan air hujan yang ditampung di toren, atau membeli air galon dengan harga yang tak masuk akal. Ketimpangan ini menganga terlalu lebar untuk diabaikan.
Bukan Sekadar Etika, Tapi Kewajiban Hukum
Krisis air bersih bukan semata soal cuaca atau teknis. Ini adalah konsekuensi dari lemahnya tanggung jawab sosial perusahaan dan buruknya fungsi pengawasan negara.
Sudah sangat jelas bahwa perusahaan migas dan pemilik resort tidak hanya punya kapasitas, tetapi juga kewajiban hukum untuk memastikan keberadaan mereka tidak merugikan warga sekitar. Beberapa regulasi nasional menegaskan hal ini:
UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, yang menetapkan bahwa akses air bersih adalah hak asasi manusia dan prioritas utama penggunaannya adalah untuk kebutuhan dasar masyarakat.
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mewajibkan seluruh pelaku usaha tidak mencemari lingkungan dan memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan.
UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 74, mewajibkan perusahaan di sektor sumber daya alam untuk menjalankan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) secara berkelanjutan.
Namun, dalam praktiknya, program CSR yang dilakukan banyak perusahaan di Kepulauan Seribu cenderung kosmetik: berbentuk pelatihan sesaat, bantuan air musiman, atau proyek yang tak berlanjut. Belum terlihat adanya sistem penyediaan air bersih permanen yang dibangun sebagai bagian dari tanggung jawab mereka
Pemerintah Daerah Tidak Boleh Menjadi Penonton
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dalam hal ini melalui Unit Pengelola Kepulauan Seribu, serta kementerian teknis seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta SKK Migas, tidak boleh terus bersikap pasif. Izin usaha dan pengawasan lingkungan seharusnya menjadi alat untuk menagih kontribusi nyata perusahaan.
Audit lingkungan menyeluruh terhadap operasional perusahaan migas dan resort harus dilakukan. Data tentang konsumsi air, pengelolaan limbah, serta kontribusi terhadap masyarakat harus dibuka ke publik. Jika terbukti mengabaikan hak masyarakat, maka sanksi administratif hingga pencabutan izin mesti menjadi opsi yang riil, bukan sekadar ancaman retoris.
Penutup: Keberlanjutan Itu Harus Setara
Kepulauan Seribu tidak hanya milik investor dan pengunjung. Ia juga adalah rumah bagi warga yang hidup turun-temurun dari laut dan daratannya. Jika perusahaan dapat membawa teknologi reverse osmosis, membangun jaringan pipa bawah laut untuk kebutuhan industri dan pariwisata, maka membangun sistem air bersih untuk warga bukanlah beban—melainkan keharusan.
Tanpa keadilan sumber daya, pembangunan hanya menjadi panggung bagi segelintir elit. Di tengah sorak-sorai “transisi energi” dan “pariwisata berkelanjutan”, krisis air minum di Kepulauan Seribu menjadi pengingat bahwa keberlanjutan sejati tak bisa dibangun di atas ketimpangan dan pengabaian.
Jika air bersih saja tak bisa diakses oleh masyarakat yang tinggal tepat di bawah bayang-bayang kilang minyak dan resor mewah, maka pembangunan itu tidak layak disebut inklusif—apalagi adil.
Penulis adalah Ketua Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Kepulauan Seribu : Muhammad Rodin
*Tulisan ini merupakan kiriman dari pembaca sebagai bagian dari keterlibatan komunitas dalam menyampaikan opini, pengalaman, atau informasi penting. KepulauanSeribu.News menghargai kontribusi dan berkomitmen untuk memberikan ruang bagi suara masyarakat.