KSNews — Polemik penghentian mendadak operasional kapal penumpang tradisional tujuan Kepulauan Seribu berbuntut panjang. Melalui surat bernomor B/585/VI/IPP./2025/Resor Pel Polres Pelabuhan Tanjung Priok akan menggelar rapat koordinasi darurat untuk mencari solusi cepat atas dampak kebijakan ini.
Rapat yang diagendakan pada Kamis (31/7/2025) tersebut mengundang berbagai pemangku kepentingan, termasuk Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Muara Angke, Dinas Perhubungan DKI Jakarta, serta pimpinan PT Samudra Sumber Artha (SSA) dan PT Antar Pulau Seribu (APS). Kedua operator kapal ini sebelumnya diberhentikan operasionalnya.
Penghentian itu didasarkan pada surat resmi KSOP bernomor UM.006/5/3/KSOP.MA/2025 yang menegaskan dua operator belum memenuhi kelengkapan dokumen perizinan penjualan tiket. Unit Pengelola Pelabuhan Dinas Perhubungan (UPPD) DKI Jakarta memperkuat langkah tersebut dengan surat himbauan yang melarang operasional hingga dokumen terpenuhi.
Namun, kebijakan mendadak ini memicu kekacauan di lapangan. Puluhan calon penumpang—termasuk lansia dan anak-anak—terlantar di Pelabuhan Kali Adem, Jakarta Utara, sejak Senin (28/7/2025). Banyak dari mereka adalah warga Kepulauan Seribu yang hendak kembali ke pulau tempat tinggalnya.
Agen wisata pun tak luput dari kerugian. Beberapa operator tur mengaku mengalami pembatalan mendadak dari wisatawan. “Sudah terima DP, sudah sewa logistik, tiba-tiba kapal disetop. Kami rugi besar,” ujar salah satu agen wisata yang enggan disebutkan namanya.
Bupati Kepulauan Seribu, Muhammad Fadjar Churniawan, merespons cepat dengan mengerahkan kapal dinas untuk mengangkut penumpang prioritas seperti lansia, anak-anak, dan warga dengan keperluan mendesak. Meski begitu, kapasitas kapal tersebut sangat terbatas.
“Kami berharap ada koordinasi yang lebih baik. Administrasi memang penting, tapi jangan sampai hak mobilitas warga dikorbankan,” tegas Fadjar. Ia juga meminta pihak KSOP dan Dishub DKI untuk membuka komunikasi transparan terkait proses perizinan.
Di dunia maya, kritik publik memuncak. Di halaman Facebook Berita Kepulauan Seribu, ratusan komentar membanjiri unggahan terkait penghentian operasional kapal tradisional.
“Modern boleh, tapi jangan kebablasan. Transportasi tradisional itu nyawa ekonomi masyarakat pulau,” tulis Gofar Abdul.
“Kesalahan ada di perusahaan, tapi yang kena imbasnya masyarakat. Tolong cari solusi, jangan main stop sepihak,” tulis Sadewa Gun Marlboro.
Sementara Siget Said Apluse berkomentar pedih, “Orang pulau kok berasa jadi tamu di tempatnya sendiri. Ini perlu diskusi yang adil untuk semua pihak.”
Warga kini menunggu hasil rapat yang diharapkan membawa solusi nyata, bukan sekadar penertiban administratif. Mereka mendesak agar transportasi tradisional—yang menjadi nadi perekonomian dan budaya lokal—tetap dipertahankan dengan skema yang lebih teratur dan berizin.