Scroll untuk baca artikel
EDITORIAL

KMP: Koperasi Merah Putih atau Koperasi Milik ‘Penjilat’? Dia Lagi, Dia Lagi!

×

KMP: Koperasi Merah Putih atau Koperasi Milik ‘Penjilat’? Dia Lagi, Dia Lagi!

Sebarkan artikel ini
dok. Istimewa
dok. Istimewa

KSNews — Di atas kertas, pembentukan koperasi adalah langkah mulia: memperkuat ekonomi rakyat, memperluas akses permodalan, dan membangun kemandirian komunitas. Tapi di Kepulauan Seribu, kita patut bertanya: apakah Koperasi Merah Putih (KMP) benar-benar lahir dari rahim rakyat, atau sekadar kendaraan baru bagi elite lama yang tak pernah benar-benar pergi?

Dia lagi, dia lagi. Wajah-wajah yang sama, nama-nama yang akrab di setiap musyawarah, pelantikan, dan pembentukan lembaga. Mereka yang dulu duduk di forum RT, kini duduk di koperasi. Mereka yang dulu mengelola dana hibah, kini mengatur simpan pinjam. Apakah ini regenerasi, atau hanya daur ulang kekuasaan?

Kepulauan Seribu selama ini dikenal sebagai wilayah dengan kemiskinan yang lebih dalam dari sekadar angka statistik. Di balik indahnya wisata laut, tersimpan kemiskinan struktural yang dipelihara oleh kesenjangan akses terhadap sumber daya ekonomi dan pengambilan keputusan.

Masyarakat—nelayan kecil, pengrajin, pedagang warung, ibu rumah tangga—hanya jadi objek pembangunan, bukan subjek ekonomi. Setiap kali ada program ‘pemberdayaan’, yang muncul hanya aktor yang itu-itu lagi, dengan narasi klise: atas nama warga.

Pembentukan KMP seperti membuka kembali luka lama itu. Di atas kertas, legalitasnya sah: berbadan hukum, punya AD/ART, bahkan akta notaris. Namun justru karena itulah ia bisa menjadi alat yang lebih canggih dalam mengakses fasilitas eksklusif seperti pinjaman lunak dari pemerintah atau menjadi mitra strategis proyek-penunjukan langsung (PL) di masing-masing kelurahan.

KSNews mencermati: KMP bisa saja dijadikan alat bargening untuk menyalurkan program makan gratis (MBG) atau insentif bantuan sosial dari pusat, sekaligus dijadikan dalih kemitraan strategis saat proyek PL membutuhkan mitra lokal berbadan hukum. Semuanya tampak rapi di permukaan, tapi pertanyaannya: siapa yang menentukan siapa anggota, siapa pengurus, dan siapa yang menerima manfaat?

Kehadiran persyaratan seperti “punya rekomendasi dari lembaga yang dipercaya” dan “komitmen berkelanjutan”—seperti yang tercantum dalam formulir mitra program MBG—juga membuka ruang eksklusivitas. Koperasi yang berbasis kedekatan dengan elite lokal lebih mudah mendapat stempel itu ketimbang komunitas warga yang benar-benar tumbuh dari bawah.

Kalau pembentukan koperasi hanya jadi formalitas administratif untuk mengejar program dana, maka kita sedang menyaksikan Koperasi Milik ‘Penjilat’, bukan Merah Putih. Ia bukan gerakan ekonomi rakyat, tapi semacam terminal baru untuk akses proyek dan kekuasaan.

Jika koperasi ini tidak dibangun secara transparan, tidak membuka ruang partisipasi warga dalam perencanaan dan pengambilan keputusan, maka hasilnya hanya pengulangan: sekumpulan orang memonopoli peluang, dan masyarakat luas kembali menonton dari luar pagar.

Kita tidak anti koperasi. Kita justru mendukung koperasi yang tumbuh dari keresahan dan kebutuhan riil warga. Tapi kita juga tidak akan diam jika koperasi dijadikan topeng untuk menutupi arah kebijakan yang elitis, tertutup, dan transaksional.

Koperasi bukan milik ‘penjilat’. Ia milik rakyat. Dan jika KMP ingin hidup lama, ia harus membuktikan bahwa ia bukan sekadar nama gagah dengan bendera merah putih, tapi benar-benar berdiri di atas prinsip keadilan ekonomi, transparansi organisasi, dan keberpihakan pada mereka yang selama ini terpinggirkan.

KSNews mengajak publik untuk tidak terjebak dalam euforia pembentukan semu. Tanyakan, siapa pengurusnya? Siapa anggotanya? Bagaimana prosesnya? Dan, terutama, untuk siapa koperasi ini sebenarnya didirikan?

Jika pertanyaan-pertanyaan itu dijawab dengan retorika, maka rakyat pantas curiga: jangan-jangan merah putihnya cuma nama, tapi wajah lamanya tetap sama.

Catatan: *Editorial ini merupakan pandangan tim redaksi berdasarkan data dan fakta yang tersedia. Kami berkomitmen pada prinsip jurnalisme independen dan berimbang. Segala opini yang termuat bertujuan untuk mengangkat isu publik, bukan bentuk serangan terhadap pihak tertentu. 

Respon (1)

  1. Suara Anda penting untuk mewarnai arah perubahan. Tinggalkan komentar bijak dan santun—bukan untuk memecah, tapi untuk memperjelas: koperasi ini milik siapa sebenarnya? #KSNewsBersuara KomentarSantun #SuaraWarga #KSNewsEditorial #KMPUntukSiapa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *