KSNews — Proses rekrutmen tenaga ahli bidang pemerintahan, kesejahteraan rakyat, perekonomian, dan infrastruktur yang dilakukan oleh Subanpekab Kepulauan Seribu kembali mendapat sorotan. Ketua Bidang Kebijakan Publik GMPS, Ihsan Shidqi, mengkritik seleksi yang berlangsung tertutup dan minim transparansi, serta dinilai tidak berpihak pada masyarakat lokal.
Menurut Ihsan, terdapat perbedaan mencolok antara proses yang dilakukan Bappeda Provinsi DKI Jakarta dan Subanpekab Kepulauan Seribu. Jika Bappeda DKI membuka pendaftaran selama sepekan penuh (4–11 Juni 2025) dengan distribusi informasi yang luas, Subanpekab hanya membuka pendaftaran selama dua hari (6–7 Juni), bertepatan dengan akhir pekan dan hari libur nasional.
“Ini bukan cuma soal teknis, tapi soal keberpihakan. Warga kepulauan seperti sengaja disingkirkan dari awal. Akses mereka terhadap informasi sangat terbatas,” tegas Ihsan, Kamis (12/6/2025).
Selain masa pendaftaran yang sempit, Ihsan juga menyesalkan minimnya sosialisasi terkait rekrutmen ini. Tidak ada surat edaran resmi, informasi hanya disebarkan melalui akun Instagram, tanpa distribusi yang merata ke wilayah-wilayah pelayanan masyarakat.
“Kami tidak butuh pencitraan digital. Kami butuh informasi nyata yang bisa diakses langsung oleh warga. Ini menyangkut kesempatan kerja dan kontribusi terhadap pembangunan daerah,” lanjutnya.
Lebih jauh, Ihsan menduga adanya indikasi persekongkolan dalam proses seleksi, terutama karena tidak ada transparansi dalam tahapan verifikasi administrasi dan wawancara.
“Siapa yang lolos? Apa dasarnya? Tidak ada pengumuman. Proses ini seperti sengaja ditutup-tutupi, jauh dari prinsip akuntabilitas,” ujarnya.
Sebagai bagian dari pemuda asli Kepulauan Seribu, Ihsan menegaskan bahwa rekrutmen ini seharusnya menjadi kesempatan bagi putra-putri daerah yang memahami langsung tantangan dan potensi wilayah kepulauan.
“Jangan jadikan Kepulauan Seribu sebagai ajang penempatan orang-orang luar yang tidak tahu kondisi kami. Banyak warga kami yang kompeten, tapi tidak diberi ruang,” tegasnya.
Ia mendesak agar seleksi ini dievaluasi ulang secara menyeluruh, dan jika ditemukan pelanggaran, harus dilakukan rekrutmen ulang dengan prinsip keterbukaan dan keadilan.
“Kalau panggung sudah disusun tapi kami hanya jadi penonton, itu bukan pembangunan—itu pengabaian,” pungkasnya.