KSNews — Setiap pagi di Pelabuhan Kaliadem, Muara Angke, pemandangan antrean warga Pulau Tidung, Pramuka, dan Pulau Kelapa menjadi rutinitas menjelang keberangkatan kapal Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta. Kapal reguler yang dikelola pemerintah ini menawarkan harga bersubsidi sebesar Rp 52.000 per tiket, namun nyaris setiap hari kursi penumpang habis dalam hitungan menit.
Namun di balik layar, praktik yang terjadi di lapangan menimbulkan pertanyaan serius soal integritas sistem. Warga menyebut sistem penjualan tiket Dishub di Kaliadem tidak lagi menjamin keadilan, justru memunculkan praktik percaloan secara terbuka, dengan harga tiket bisa melambung menjadi Rp 75.000 hingga Rp 100.000 per orang.
Tiket kapal Dishub hanya dijual satu jam per hari, dari pukul 17.00 hingga 18.00 WIB. Jadwal ini ditetapkan sebagai bentuk pengendalian agar tidak terjadi penumpukan, namun justru menimbulkan anomali besar.
Menurut penuturan warga, begitu sistem dibuka secara daring melalui aplikasi Jaket Boat, seat yang tadinya muncul sebagai “tersedia” tiba-tiba langsung sold out saat memasuki proses pembayaran. Hal ini terjadi berulang kali, bahkan dengan koneksi internet stabil.
“Baru klik bayar, langsung muncul tulisan: kuota habis. Ini bukan soal sinyal atau server, tapi seperti sudah dikuasai duluan,” ujar Ardiansyah, warga Pulau Kelapa yang setiap pekan pulang-pergi ke Jakarta untuk bekerja.
Calo Menawarkan “Tiket Ajaib”
Di saat aplikasi resmi gagal, para calo lokal hadir dengan solusi instan: tiket dengan harga lebih mahal, tanpa antre, tanpa aplikasi. Dalam investigasi lapangan, KSNews mendapati beberapa calo mendekati calon penumpang yang kesulitan akses aplikasi. Mereka menawarkan tiket Dishub dengan harga mulai dari Rp 75.000 hingga Rp 100.000, dan menjamin “kursi aman”.
“Kalau nunggu sistem, bisa enggak dapat. Mendingan beli ke saya, langsung dapat. Berangkat pasti,” ucap salah satu calo yang ditemui tim KSNews.
Praktik ini seperti menjadi rahasia umum di lingkungan pelabuhan, dan berlangsung terbuka di area publik. Anehnya, pihak keamanan pelabuhan dan pengelola tidak menindak tegas aktivitas ini.
Sistem yang Tak Berpihak
Warga menyayangkan sistem Dishub yang semestinya menjadi penopang akses publik justru dipenuhi celah manipulatif. Dalam konteks pelayanan masyarakat pulau yang memiliki mobilitas tinggi, terutama untuk keperluan kerja, sekolah, dan berobat, ketidakpastian tiket adalah ancaman nyata.
“Sudah antre dari sore, tetap saja gagal dapat tiket. Tapi calo bisa pegang banyak tiket. Ini adilnya di mana?” tanya Nur Aini, guru asal Pulau Panggang.
Sementara itu, upaya melaporkan hal ini ke otoritas transportasi laut atau petugas pelabuhan kerap tidak menghasilkan solusi. Warga merasa pengaduan seperti “masuk angin” dan tidak ditindaklanjuti.
Harga Naik, Akses Terbatas
Kenaikan harga tiket melalui calo bukan hanya merugikan secara ekonomi, tapi juga memukul rasa keadilan sosial. Subsidi yang seharusnya dinikmati masyarakat justru “ditarik” oleh praktik liar yang sulit dibendung.
Penumpang reguler yang tidak mampu membayar harga calo terpaksa menunda perjalanan atau mencari kapal swasta yang belum tentu memiliki jadwal rutin.
“Kalau mau murah, enggak dapat. Kalau mau cepat, harus keluar uang lebih. Sistem seperti ini menyandera rakyat kecil,” ujar Zaki, warga Pulau Tidung.
7r6s0e
Bagaimana tiket dishub yang dibatalkan dari pihak dishub disaat cuaca ya buruk tiba2 di cansel dibilang duitnya bakal dikembalikan tapi nyata ya tidak, sudah langsung di paranin ke tempat dishub dan dilayanin nunggu beberapa hari dapat chat wa atau duitnya di kembalikan tau ya tidak dikembalikan gimna si ini
BENER BANGET. MAKASIH UDAH NGASIH ULASAN