KSNews — Senyum yang semula menghias wajah Devianda (23) dan lima temannya mendadak sirna. Perjalanan wisata mereka dari Depok ke Pulau Pari harus kandas di Pelabuhan Kali Adem. Tak ada kapal penumpang tradisional yang beroperasi. Tak ada kejelasan kapan perjalanan mereka bisa berlanjut.
Mereka bukan satu-satunya. Puluhan calon penumpang—termasuk lansia dan anak-anak—terlantar di dermaga. Sebagian datang dari luar kota, membawa ransel penuh harapan akan liburan yang telah mereka rencanakan jauh hari. Namun pagi itu, sebuah surat edaran dari KSOP Muara Angke dan Dinas Perhubungan DKI menghentikan segalanya: penjualan tiket kapal tradisional di Kali Adem resmi dilarang.
“Tidak ada sosialisasi. Tiba-tiba dilarang. Kami bingung harus jawab apa ke tamu,” keluh Anick, agen wisata asal Pulau Tidung yang kewalahan menghadapi permintaan penjadwalan ulang dari rombongan wisatawan.
Denyut Pariwisata yang Terhenti
Sonti Pangeribuan, Kepala Suku Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kepulauan Seribu, tak menampik dampak larangan itu terhadap sektor pariwisata.
“Minat wisatawan ke Kepulauan Seribu makin tinggi—itu hasil kerja kolektif kita semua. Tapi akses masih jadi tantangan besar,” ujarnya kepada KSNews.
Menurut Sonti, Pemprov DKI telah mulai menyediakan kapal wisata ke Pulau Onrust, Cipir, dan Kelor sebagai bagian dari promosi destinasi cagar budaya. Namun, terkait kapal tradisional, ia mengaku perlu ada solusi komprehensif lintas instansi.
“Transportasi yang nyaman penting bukan hanya untuk wisatawan, tapi juga pelaku pariwisata agar ekonominya bergerak,” tegasnya.
Resah di Lapangan, Bisnis Lokal Tumbang
KSNews menemukan belum ada informasi resmi yang diberikan kepada asosiasi pelaku pariwisata maupun warga operator kapal. Ketidakjelasan ini menimbulkan keresahan sekaligus spekulasi tentang masa depan transportasi laut Kepulauan Seribu.
Rinto, pengelola homestay di Pulau Tidung, mulai mencatat pembatalan tamu.
“Kami tak tahu kapan kapal bisa jalan lagi. Tamu-tamu akhirnya ragu buat datang,” keluhnya.
Operator kapal PT Antar Pulau Seribu (APS) telah mengirim surat permintaan klarifikasi ke KSOP, menyatakan siap menyesuaikan skema operasional. Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi.
Mencari Titik Temu
Situasi ini membuka tabir krisis koordinasi di titik vital pariwisata Jakarta. Kepulauan Seribu, yang tengah berupaya bangkit sebagai primadona destinasi, membutuhkan sistem transportasi yang konsisten dan berbasis layanan publik.
Harapan kini menggantung pada sinergi KSOP, Dishub, Sudin Parekraf, dan Pemkab. Warga dan pelaku pariwisata meminta agar larangan bersifat sementara, disertai skema pemulihan akses.
Karena bagi Kepulauan Seribu, transportasi bukan sekadar logistik. Ia adalah denyut kehidupan—dan napas pariwisata.