Scroll untuk baca artikel
LIPSUS

Wisata Pulau Panggang Mandek, Pokdarwis Sibuk Berebut Pengaruh

Avatar photo
×

Wisata Pulau Panggang Mandek, Pokdarwis Sibuk Berebut Pengaruh

Sebarkan artikel ini

KSNews — Konflik internal dalam tubuh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kelurahan Pulau Panggang mulai memunculkan dampak nyata terhadap stagnasi pengembangan pariwisata di wilayah tersebut. Dualisme kepentingan yang terjadi di antara pengurus dan kelompok pendukung Pokdarwis dinilai telah menghambat pembinaan serta promosi wisata di Pulau Panggang dan Pulau Pramuka.

Sejumlah pelaku jasa wisata lokal mulai angkat suara. Salah satunya Abdurrohim, penggiat wisata senior Pulau Pramuka, yang menyayangkan kondisi ini. Menurutnya, Pokdarwis seharusnya menjadi motor penggerak sinergi antar pelaku wisata, bukan justru menjadi sumber konflik yang merusak citra destinasi.

“Sudah terlalu lama pariwisata di sini jalan di tempat. Banyak program mandek karena kepentingan pribadi dan kelompok lebih dominan daripada kepentingan masyarakat luas,” ujar Abdurrohim saat ditemui di dermaga Pulau Pramuka.

Dualisme ini disebut bermula sejak pemilihan ketua Pokdarwis periode 2021–2024, yang meskipun berlangsung demokratis, menyisakan ketegangan antara kubu pendukung ketua terpilih dan kelompok yang merasa tidak terakomodasi. Akibatnya, koordinasi internal menjadi lemah, dan banyak agenda pembinaan wisata tidak berjalan optimal.

Salah satu dampak langsung dari konflik ini adalah minimnya inovasi dan promosi wisata. Program digitalisasi tiket, pelatihan pemandu wisata, hingga pengembangan paket wisata terpadu yang sempat dirancang, kini terhenti tanpa kejelasan. Padahal, potensi wisata bahari dan budaya di Pulau Panggang sangat besar jika dikelola secara profesional.

Pemerintah Kelurahan Pulau Panggang dan Sudin Pariwisata Kepulauan Seribu pun dinilai belum cukup tegas dalam menyikapi situasi ini. Alih-alih melakukan mediasi dan restrukturisasi, mereka justru membiarkan konflik internal berlarut-larut tanpa solusi konkret. Hal ini memunculkan kesan bahwa pariwisata bukan lagi prioritas pembangunan di wilayah tersebut.

Pelaku usaha homestay dan transportasi laut juga merasakan dampaknya. Penurunan jumlah kunjungan wisatawan sejak awal 2024 semakin memperburuk kondisi ekonomi lokal. Beberapa pelaku usaha bahkan terpaksa menghentikan operasional karena tidak ada dukungan promosi dan pembinaan dari Pokdarwis.

“Wisatawan sekarang lebih memilih Pulau Tidung atau Pulau Pari. Padahal Pulau Panggang punya sejarah, budaya, dan spot snorkeling yang tak kalah menarik. Tapi kalau pengelola wisatanya tidak kompak, siapa yang mau datang?” keluh seorang pemilik homestay yang enggan disebutkan namanya.

Kondisi ini menjadi alarm bagi Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu untuk segera turun tangan. Jika tidak, stagnasi ini bisa berubah menjadi kemunduran permanen yang merugikan masyarakat pulau secara luas. Pokdarwis harus direformasi menjadi wadah inklusif, bukan arena perebutan pengaruh.

Abdurrohim dan sejumlah penggiat wisata lainnya mendesak agar dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap struktur dan kinerja Pokdarwis. Mereka berharap ada pembinaan langsung dari Dinas Pariwisata DKI Jakarta agar konflik internal tidak terus menghambat potensi besar pariwisata Kepulauan Seribu.

Pariwisata adalah wajah pulau. Jika wajah itu retak karena konflik internal, maka yang tercermin ke luar bukanlah keindahan, melainkan ketidakteraturan. Sudah saatnya Pokdarwis kembali ke akar tujuannya: sadar wisata, bukan sadar kepentingan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *