Kepulauan Seribu (KSNews) – Isu tentang tradisi bagi kue proyek di Kepulauan Seribu kembali mencuat. Sejumlah pihak menduga bahwa praktik ini telah menjadi hal lumrah, bahkan dianggap sebagai tradisi dalam pengelolaan proyek di wilayah kepulauan.
Indikasi adanya oknum dari lembaga tertentu yang melancarkan urusan proyek dengan cara pinjam bendera, subkontrak, hingga monopoli kegiatan semakin kuat. Orang dalam diduga ikut bermain, menciptakan kompetisi yang tidak sehat dan mengabaikan tanggung jawab terhadap kualitas pekerjaan.
Dampak dari praktik ini cukup serius. Tekanan politis yang terjadi dalam proses pengadaan proyek sering kali berujung pada hasil pekerjaan yang tidak maksimal, meninggalkan cela kebobrokan yang merugikan masyarakat. Kurangnya pengawasan juga membuat banyak proyek tersandung hukum, bahkan menjadi ATM bagi pihak tertentu.
Sejumlah warga dan pemerhati pembangunan Kepulauan Seribu mengungkapkan keprihatinan atas kondisi ini. Mereka mempertanyakan masa depan pembangunan di Kepulauan Seribu, mengingat minimnya keterlibatan masyarakat lokal dalam proyek-proyek strategis.
Tak hanya itu, pengusaha dari luar daerah juga disebut-sebut seenaknya menjalankan proyek tanpa mempertimbangkan dampak negatif terhadap lingkungan. Hal ini semakin memperburuk kondisi ekosistem dan kesejahteraan warga setempat.
Masyarakat mendesak pihak berwenang untuk memberikan perhatian lebih terhadap pengelolaan proyek di Kepulauan Seribu. Mereka berharap agar pengawasan diperketat, sehingga tidak ada lagi praktik tutup mata demi kelancaran upeti.
Perubahan sistem pengelolaan proyek menjadi lebih transparan, akuntabel, dan berkualitas adalah harapan utama warga. Mereka ingin melihat generasi baru yang lebih bersih, dengan sistem yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, bukan sekadar keuntungan segelintir pihak.
Apakah praktik ini akan terus berlanjut, atau ada langkah konkret untuk menghentikannya? Semua mata kini tertuju pada pemerintah dan aparat penegak hukum untuk memastikan bahwa pembangunan di Kepulauan Seribu berjalan sesuai prinsip keadilan dan keberlanjutan.
Catatan: *Tulisan ini merupakan opini redaksi dan tidak bermaksud menyudutkan pihak manapun. Artikel ini hadir sebagai cerminan kondisi serta harapan akan transparansi, akuntabilitas, dan kualitas pembangunan di Kepulauan Seribu.
Segala pandangan yang disampaikan bertujuan untuk mendorong diskusi yang sehat dan konstruktif, serta mengajak para pemangku kepentingan untuk bersama-sama menciptakan ekosistem pembangunan yang lebih adil, terbuka, dan berpihak pada kepentingan masyarakat.
Jika terdapat perbedaan interpretasi atau pandangan, kami selalu membuka ruang dialog untuk klarifikasi serta perspektif yang lebih luas demi kepentingan bersama.