Scroll untuk baca artikel
INVESTIGASI

Benarkah Ada Permainan Talent Agency di Abnon Kepulauan Seribu? Ini Kata Mantan Finalis!

×

Benarkah Ada Permainan Talent Agency di Abnon Kepulauan Seribu? Ini Kata Mantan Finalis!

Sebarkan artikel ini
dok. Istimewa
dok. Istimewa

KSNews — Ajang Abang None Jakarta Wilayah Kepulauan Seribu kembali digelar tahun ini. Namun di balik senyum dan selempang peserta, terselip keresahan yang tak bisa ditutup bedak panggung: dugaan adanya permainan talent agency dalam seleksi.

Informasi yang diperoleh KSNews menyebutkan, tahun ini hanya ada satu pasang finalis dari warga asli Kepulauan Seribu. Bandingkan dengan tahun lalu yang menghadirkan dua pasang (dua abang, dua none).

“Ini penurunan yang sangat mencolok, dan harusnya menjadi alarm,” ujar seorang mantan finalis Abnon asal pulau, yang identitasnya kami rahasiakan atas permintaannya.

Sumber menyebut bahwa keterlibatan pihak luar yang memiliki “akses istimewa” semakin kentara. “Tahun ini, kalau diperhatikan daftar peserta yang lolos, kelihatan siapa yang disiapkan oleh agency. Ada pola, ada nama-nama yang nggak asing di dunia talent,” katanya serius.

Menurutnya, dugaan ini bukan asumsi liar. Ia mengaku pernah mengalami langsung dinamika seleksi yang ‘sudah terlihat arahnya’ sejak awal. “Orang pulau hanya diajak tampil di awal, tapi peluang menang? Kita semua tahu jawabannya.”

KSNews mencoba menghubungi Kepala Suku Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kepulauan Seribu, Sonti Pangaribuan, untuk meminta klarifikasi. Lewat pesan WhatsApp, Sonti menjawab singkat:

“Saya masih ada acara ya… nanti saya hubungi.”

Namun hingga berita ini dipublikasikan, belum ada penjelasan lanjutan dari pihak Sudin.

Ajang Abnon sejatinya menjadi representasi budaya dan identitas lokal. Namun bila warga pulau hanya dijadikan pelengkap syarat administratif—sementara ‘pemain luar’ mendapat panggung utama—maka substansi acara ini patut dipertanyakan.

Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu diminta tidak tinggal diam. Isu representasi lokal ini menyangkut martabat dan keadilan. Jika ajang ini terus dikuasai pihak luar, maka budaya lokal bukan lagi dirayakan, melainkan dipajang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *